Wednesday, July 13, 2011

Khotbah Minggu 10 Juli 2011, Pdt. Dr. Richard Daulay = Mengucap Syukur Dalam Segala Hal =

MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL[1]
Mazmur 33: 1-9;
(Bd. Filipi 4: 4-7; Lukas 17: 11-19; Lukas 18: 9-14)
         "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itu yang dikehen­daki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu" (I Tessalonika 5:18).

1.   Pada suatu hari Minggu dalam perjalanan ke Gereja, Matthew Henry, seorang pengkhotbah Inggris terkenal pada abad ke-18, tiba-tiba disergap sekelompok penyamun dalam perjalanannya menuju gereja. Selain dipukul, semua uangnya   diambil termasuk barang-barang berharga lainnya. Walau sudah dirampok habis-habisan, Henry masih meneruskan perjalanannya menuju gereja di mana dia akan berkhotbah. Waktu berkhotbah, dia bersaksi demikian: "Tadi saya dirampok gerombolan penyamun. Tetapi walaupun saya sudah dirampok saya masih bersyukur kepada Tuhan karena empat hal ini. Pertama, saya bersyukur kepada Tuhan karena saya hanya dirampok, tidak sampai dibunuh. Kedua, saya mengucap syukur kepada Tuhan karena baru kali ini saya kena rampok. Ketiga, saya bersukur bahwa uang yang diambil itu adalah sebagian dari apa yang saya miliki, karena di rumah saya masih mempunyai uang. Keempat, saya mengucap syukur karena bukan saya yang merampok dia, tetapi dialah yang merampok saya". Matius Henry, ternyata, mampu mengucap syukur dalam segala hal. Dia masih mampu melihat segi positif dari suatu kejadian negatif. Dia mampu berpikir positif dalam kondisi yang negatif. Dia melihat tangan Tuhan walau banyak tangan setan.
2.   Tentang hal bersyukur dan berterimakasih ini, dalam Alkitab kita melihat ada tiga macam manusia. Pertama, ada orang yang samasekali tidak tahu berterimakasih. Siapakah mereka? Waktu Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta, dan menyuruh mereka memperlihatkan diri kepada imam-imam untuk dinyatakan tahir, berapa orangkah yang kembali untuk mengucapkan syukur? Dari sepuluh orang, hanya satu orang yang tahu bersyukur. Hanya sepu­luh persen. Sembilanpuluh persen tidak tahu mengucap syukur (Lukas 17: 11-19). (Makna ceritra ini adalah ini. Pertama, rasa terimakasih adalah buah dari hasil pendidikan yang tinggi. Anda tidak bisa menemukan begitu saja di antara orang banyak yang tak berpendidi­kan. Kedua, jangan pernah mengharapkan orang lain mengucapkan syukur kepadamu supaya anda tidak kecewa, marah dan merengek-rengek. Sebab jika anda menolong sepuluh orang manusia, paling banyak hanya satu orang yang tahu mengucap syukur. Anda tidak lebih hebat dari Tuhan Yesus. Jadi salah satu kunci hebahagaiaan ialah jangan pernah mengharapkan orang lain mengucapkan syukur dan terimakasih. Tetapi jadilah orang yang selalu mengucapkan syukur dengan cara membantu orang lain. Yesus berkata, adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima).
3.    Jenis orang yang kedua ialah orang yang rajin berterimaka­sih, tetapi hanya sekedar basa-basi. Mazmur ini melarang kitabersorak dan bersykur hanya basa-basi. Tetapi kita diminta bersyukur selaku orang-orang “benar” dan orang-orang “jujur”. Jangan seperti orang Farisi dalam Lukas 18: 9-14. Orang Farisi itu yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Dia berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.”" Sesungguhnya orang Farisi itu tidak mengucap syukur kepada Tuhan, melainkan dia mengucap syukur kepada dirinya sendiri, karena dia merasa sudah hebat, tanpa cacat. Roh seperti ini sering muncul dalam gereja dan komunitas orang percaya. Orang seperti ini “munafik” (Muka nabi fikiran kotor). Lain di bibir, lain di hati. Hipokrit. Tangan kanan memberi, tangan kiri merampok. Dia membeli tepuk tangan. Orang Farisi sangat dibenci Yesus dan dia kritik habis-habisan dengan kata-kata “Celaka 12” (Matius 23). Mazmur kita ini berkata bahwa kita mengucap syukur dan bermazmur karena dengan sikap yang benar dan jujur. Justru sikap yang ditunjukkan Pemungut Cukai itu yang dipuji Yesus. Kenapa? Karena dia jujur di hadapan Tuhan sebagai orang berdosa, lalu dia minta ampun: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Lukas 18: 13). Yesus berkata bahwa yang pulang ke rumah dengan sukacita dan penuh ucpan syukur adalah pemungut cukai (orang berdosa), tetapi orang Farisi itu tidak, karena dia tidak jujur dan tidak benar. (Sering kita saksiakan, kalau seseorang mendapatkan suatu keberuntungan, naik pangkat, anaknya lulus dari univesitas dan sebagainya, lalu diadakanlah acara "ucapan syukur" dengan mengundang banyak orang datang untuk menyaksikan. Yang diundangpun adalah orang-orang besar dan orang-orang terpandang, yang pada satu saat mereka akan membalasnya. Hati-hati, dalam acara-acara seperti itu seringkali terjadi ucapan syukur sekedar basa-basi. Katanya mau mengucap syukur kepada Tuhan, nyatanya mau menunjukkan kebesaran diri sendiri. Inilah ucapan syukur basa-basi. Mengucap syukur atas kehebatan diri sendiri bukanlah ucapan syukur. Itu hanya formalitas, tanpa makna. Sama dengan orang Inggris mengatakan thank you, yang tidak mengandung apa-apa. Kalau ada orang Kristen yang seperti ini, maka bobot kekriste­nannya adalah nominal. Lalu, harus bagaimana? Yesus berkata: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetang­gamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengun­dang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasn­ya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang catcat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar (Lukas 14:12-14).
4.    Jenis orang yang ketiga ialah orang yang sungguh-sungguh mengucap syukur. Siapakah orang itu? Pertama dia adalah salah satu dari sepuluh orang kusta yang disembuhkan. Melihat bahwa ia telah sembuh, dia kembali kepada Yesus sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepadaNya. Seperti saya katakan tadi, substansi ucapan syukur dan terimakasih ialah pengorbanan dan pemberian.  Ucapan syukur bukanlah lip service dan sejuta kata. Ucapan syukur adalah sebuah aksi dan perbuatan nyata. Itulah yang dilakukan orang kusta yang disembuhkan tadi. Kedua, Maria ibu Yesus, mengucap syukur dan memuliakan Tuhan, karena ia menyadari siapa dia dan siapa Tuhan. Dia adalah perempuan miskin dari golongan masyarakat rendah, tetapi dipilih dan dipakai Tuhan untuk menjadi alatNya untuk menyelamatkan dunia. Dia mengandung dan melahirkan sang Jururselamat. Maka Maria bernyanyi dan bersyukur: Jiwaku memuliakan Tuhan (Magnificat). Ketiga, Paulus adalah orang yang dapat bersyukur dalam segala hal. Paulus mengalami berbagai kekejian, kekejaman, keti­dakadilan, penganiayaan, kepahitan, penjara dan kelaparan. Tetapi dalam segala keadaan dia masih mampu mengucap syukur. Dalam Filipi 4:4-6, Paulus berkata: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukata­kan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sehatera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.
5.   Memang sulit membayangkan bahwa seorang yang sedang dipenjarakan dapat mengajak orang lain untuk bersukacita. Paulus mampu bersyu­kur dan bersukacita senantiasa karena dia percaya bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkannya dalam kondisi apa sajapun.  Ada dua jalan agar kita bisa mengucap syukur dalam segala hal. Pertama, ingat dan renungkan siapa anda. Harus diingat bahwa kita adalah ciptaan, bukan pen­cipta. Ingatlah bahwa hidup kita ini, tubuh kita, roh kita, dan segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian yang dipertang­gungjawabkan Tuhan kepada kita. Kita bukanlah pemilik, tetapi hanya penatalayan. Suatu saat Tuhan, sang pemilik, akan datang untuk meminta pertanggungjawaban dari  kita. Bagaimana kita menggunakan tubuh kita, tangan kita, kaki kita, lidah kita, kuping kita, suara kita dan sebagainya. Bagaimana kita mengguna­kan roh kita, pengetahuan kita, ilmu kita, keterampilan kita dan sebagainya. Akan diminta pertanggungjawaban bagaimana kita meng­gunakan uang kita, harta kita, milik kita dan sebagainya. Ingat, bahwa kita datang ke dunia ini dengan telanjang, dan kita akan meninggalkan dunia ini dengan telanjang pula (Ayub 1:21). Dengan demikian, maka apa yang ada pada kita sebagai talenta harus kita bawa kepada Tuhan dan dipakai untuk Tuhan sebagai pernyataan ucapan syukur kita. Ada sebuah cerita tentang seorang imigrant yang memiliki sebuah toko kelontong. Satu hari anaknya datang dan berkomentar: "Pak, saya tidak ngerti bagaimana bapak mengusahakan toko ini. Daftar tagihan bapak asal letak begitu saja di kotak-kotak rokok. Kwitansi-kwitansi pembayaran berserakan. Bagaimana bapak bisa tahu berpa keuntungan bapak?” Bapaknya menjawab, "Nak, waktu saya tiba di tempat ini milik saya satu-satunya ialah sepotong celana yang saya pakai. Sekarang, saudara perempuanmu sudah jadi dosen, abangmu seorang dokter, kau seorang direktur. Saya dan ibumu punya satu rumah dan satu mobil selain toko kita ini. Untung saya ialah jumlah semuanya itu dikurangi sepotong celana panjang."  Kedua, ingat dan renungkan siapa Tuhan. Dalam Mazmur 33 kita ini dikatakan bahwa Tuhan adalah pencipta, pemelihara dan penyelamat kita. Dialah yang menyembuhkan kita dari segala penyakit kita. Dialah yang mengam­puni kita dari segala dosa-dosa kita. Dialah yang menghibur kita dalam segala kesusahan kita. Alkitab berkata: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16). Allah menyerahkan dirinya sebagai korban penghapusan dosa di kayu salib, supaya manusia diperdamaikan dengan Allah dan manusia boleh berdamai dengan sesamanya. Karena itu "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekali­pun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba" (Yesaya 1:18). Allah tidak langsung mengutuk dan membinasakan umatNya. Ia menawarkan pengampunan bagi mereka yang mau bertobat. Pengampunan Allah kini tersedia bagi semua orang, yang sekalipun telah berbuat dosa, asal mau mengakui dosa-dosanya, bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, maka dia akan diampuni. Karena kasih Allah yang begitu besar inilah kita seharusnya mampu mengucap syukur dalam segala hal. Dengan menyadari siapa kita dan siapa Aallah bagi kita, maka sama seperti Paulus, kita akan mampu berkata-kata: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" (Filipi 1:21).
6.   Marilah kita nyatakan rasa syukur kita dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan. Kendati du  nia dilanda resesi dan nilai nilai dollar kita merosot, namun kita bersyukur karena uang kita masih cukup untuk kebutuhan kita sehari-hari. Kendati kita pernah sakit, mungkin parah, kita bersukur kartena kita masih hidup dan sehat sampai sekarang. Kendati banyak ancaman kita hadapi, namun  kita bersyukur karena kita memiliki Yesus yang menjadi Juruselamat kita dari segala kesulitan. Kendati kita adalah kelompok minoritas, namun kita mengucap syukur karena negara kita adalah negara Pancasila, yang memberi kebebasan beragama.  Marilah kita bersykur dan bernyanyi seperti Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku (Lukas 1:46). Dan ingatlah bahwa ucapan syukur adalah obat mujarab (Thanksgiving has a great curative power.) AMEN.

(Pdt. Dr. Richard Daulay/Columbia University)


[1] Kotbah Minggu 10 Juli 2011, di HKBP New York.

No comments:

Post a Comment