Saturday, July 30, 2011

BORN AGAIN

LAHIR BARU[1]
(Born Again)

*The reason many professing Christians continue to live sinful lives
is that they have NOT been born again.
They are not saved.
*Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.(2 Korintus 5: 17)
*If you are born once, then you die twice; If you are born twice, then you die once.(Unknown)
*Mate ma ho andorang so mate ho, asa ia dung mate ho, ndang mate be ho (“Matilah kau sebelum engkau mati; agar sesudah engkau mati, kau tidak mati lagi”.  (Unknown)

1.      Is it necessary to be born again?
o    It is absolutely necessary to be born again to be saved and enter the Kingdom of God.
o    John 3:1-7; I Pet. 1:23; Titus 3:5
2.      How did Jesus expect Nicodemus to know about the "new birth" from the Old Testament?
o    Jer. 31:33; 32:39; Ezek. 11:19;18:31; 36:25-27; Ps. 51:10; Isa. 1:18-20; 55:6
3.      The New Birth is not:
o    Water baptism, church membership, reformation, trying to do better, making resolutions to quit bad habits, giving money or service to the church, or trying to be a Christian without the life of Christ inside.
4.      Is it possible to be born again without Jesus Christ?
o    No. Salvation is through a Saviour, the person of the Lord Jesus Christ.
o    Matt. 1:21; Acts 4:12; Rom. 6:23; I John 5:11-13; Luke 19:10.
5.      Is it for every person?
o    Yes, "whosoever will."
o    John 3:16, 17; Rom. 10:13; John 4:10-15; Rev. 22:17
6.      Why is it necessary to be born again and thereby receive salvation?
o    a. Because you have sinned.
§  Rom. 3:23; 1 John 1:10; Isa. 53:6.
o    b. Because of your lost and fallen condition:
§  (1) Your sins have separated you from God. Isa. 59:1,2.
§  (2) Mankind is depraved and inclined towards sin.
§  Gen. 6:5,6; Psalm 53:2,3; Isa.64:6; Eccl.8:11.
§  (3) The penalty of your sin.
§  Rom. 2:11-13; Rom. 6:23.
§  (4) You are spiritually dead.
§  Eph. 2:1; I John 5:12; St. John 3:36.
7.      How can a person be born again?
a. God's Part.
§  (1) Jesus Christ died in your place and for your sins so that you can be forgiven and receive that new life.
§  I Cor. 15:3; Isa. 53:5,6,12; Gal. 3:13; Heb. 2:9; I Pet. 3:18; Heb. 9:28; I Pet. 2:24; Rom. 5:8.
§  (2) Forgive sins.
§  Heb. 10:16,17; I John 1:9; Isa. 55:7; Isa. 43:25; Isa. 44:22, 1:18.
§  (3) Give Spiritual Life. Eph. 2:1,5; I John 5:11 13; St. John 3:1-7.
b. Your Part.
§  (1) Choose to be. Choose the way of Jesus instead of the way of Satan; choose to call on the Lord for salvation. Choose whom you will serve.
§  Josh. 24:15; Rom. 10:13.
§  (2) Believe on the Lord Jesus Christ, the Son of God. Absolute trust.
§  John 3:16-18; John 8:24; I John 5:10.
§  (3) Receive Him. John 1:12.
§  (4) Repent. (Be sorry for your sins - confess them - leave them.)
§  Acts 3:19; Acts 2:38; Luke 13:5.
§  (5) Confess Christ openly. Rom. 10:9,10.
§  (6) Be Baptized.
§  Acts 2:38; Mark 16:15; Matt. 28:19.

8. Evidences of the New Birth (Born Again Experience).
  1. The Witness within of the Spirit.
    • Rom. 8:16; I John 5:10.
  2. The Witness of the Word of God. (The Record; The Promise) I John 5:10,11.
  3. The Witness of a Changed Life, resulting in:
    • a. Overcoming sin.
    • b. Feeding on the Word of God.
    • c. Growth towards spiritual maturity.
    • d. Winning others to Christ. (Bearing children In the spirit.)
      • (A doll cannot do these things because it doesn't have life.)
Billy Graham dalam bukunya The Holy Spirit (1978) berkata tentang “born again” antara lain:
-      Jesus said that the new birth is “mystery”. He uses the illustration of the wind blowing: we sense its effects, but we cannot see where it comes from or where it is going.
-      Sooner or later the new birth will manifest itself godly living.


                              ---------------------------------------------------------------------------


[1] Bahan PA di HKBP New York, 20 Juli 2011.

Wednesday, July 13, 2011

KESATUAN GEREJA DAN MISINYA

GEREJA HARUS BERSATU[1]
Richard Daulay[2]

I. GEREJA YANG KUDUS DAN AM
Setiap kebaktian Minggu kita mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli tentang: “satu gereja yang kudus dan am, persekutuan orang-orang kudus” (“jala adong sada huria, huria hatopan ni halak Kristen angka nabadia”). Itu berarti hakekat gereja adalah satu. Jadi memecah gereja (kecuali gereja yang sudah sesat) adalah dosa. Membiarkan gereja terpecah adalah dosa. Menolak damai dan kesatuan dalam gereja adalah dosa. 
          Setidaknya ada tiga alasan mengapa gereja harus bersatu seraya menghindarkan perpecahan dan harus mengupayakan perdamaian jika ada perselisihan. Pertama, karena Tuhan menghendaki gerejaNya bersatu padu dan saling melengkapi. Paulus melukiskan kerjasama orang-orang Kristen itu seperti kesatuan dan kersasama seluruh anggota tubuh manusia (Roma 12: 4-8; 1 Korintus 12: 12-31).  Berkat adanya kerjasama yang baik dalam gereja sebagai tubuh Kristus, maka gereja mampu melaksanakan tugas panggilannya untuk menjadikan semua bangsa menjadi murid Yesus.  Sebaliknya, jika gereja tidak bersatu karena terjadi perpecahan, maka potensi gereja akan terbuang begitu saja. Yesus berkata, "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atu rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan" (Matius 12:25).
          Kedua, gereja harus bersatu karena gereja adalah "prototipe sorga". Dalam gereja aroma dan nikmat sorga mestinya sudah boleh dirasakan. Tetapi kalau gereja terpecah-pecah, yang boleh dirasakan adalah aroma neraka. Perpecahan, perpisahan bagaimanpun adalah dosa dan perpisahan adalah akibat dosa. Mazmur 133 berkata: “Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun. Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunugn-gunung Sion. Sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.”  Hanya gereja yang bersatu yang menjadi alamat berkat Tuhan, sedangkan gereja yang terpecah-pecah menjadi tempat “roh pemecah-belah” yaitu iblis.
          Ketiga, dan yang paling utama, gereja harus bersatu karena itu adalah syarat mutlak bagi berhasilnya misi dan pekabaran Injil. Untuk mengertinya kita harus meninjau Yohannes 17:21, ayat dari apa yang disebut doa Kristus sebagai Imam Besar. Tuhan Yesus berdoa, "Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."  Dalam doaNya yang dinaikkan sebagai doa Imam Besar ini Tuhan Yesus mendoakan kesatuan gereja, kesatuan yang mutlak dan secara khusus harus terdapat di antara orang Kristen. Tuhan Yesus tidak berdoa untuk kesatuan yang bersifat humanistis di antara manusia pada umumnya. Hal ini dijelaskan dalam ayat 9, "Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milikMu." Dalam ayat 21 ini Yesus mendoakan tentang sesuatu yang senantiasa harus membuat kita "ngeri". Seandainya kita sebagai Kristen tidak menjadi ngeri, agaknya kita kurang peka dan kurang jujur, karena di sini Tuhan Yesus menjelaskan alasan mengapa gereja harus bersatu, yaitu supaya dunia percaya bahwa Yesus adalah utusan Allah. Dalam bagian lain Injil Yohanes Yesus menyatakan sesuatu yang lebih tegas dan menusuk lagi, bahwa apabila orang Kristen tidak saling mengasihi, dunia berhak menjatuhkan putusan bahwa mereka bukan Kristen. Maksud Yesus ialah kita tidak dapat mengharapkan bahwa dunia akan percaya, bahwa Bapa mengutus Anak, bahwa tuntutan Kristus adalah benar, dan bahwa gama Kristen adalah benar, kecuali dunia melihat kesatuan yang sungguh di antara sesama orang Kristen. 
          Sejarah Gereja telah mengajarkan kepada kita kebenaran dari tesis ini, bahwa di mana gereja bersatu, di situ misi maju. Sebaliknya di mana gereja berseteru, di situ misi lesu. Gereja Perjanjian Baru memperlihatkan, bahwa sebagai dampak dari curahan Roh Kudus, semua orang Kristen bersatu, saling mengasihi dan saling memberi, "Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan" (Kisah Rasull 2: 47). Sebaliknya, ketika gereja mula-mula terlibat dalam suatu pertentangan hebat pada abad ke-4 hingga abad ke-8   gereja mengalami kemunduran luar biasa di Asia.
          Selanjutnya ketika gerakan Pietisme dan revivalisme (kebangunan rohani) pada abad ke-17-18 menyadarkan gereja akan tugas panggilan (Amanat Agung) yang lama terabaikan, gereja dari berbagai latar belakang denominasi di Eropa bersatu membentuk badan-badan pekabaran Injil, yang tumbuh  seperti jamur di musim hujan. Sejak itu terjadilah gerekan pekabaran Injil sedunia, yang memungkinkan Injil disiarkan ke seluruh dunia, termaksuk ke tanah Batak.

II. MENGAPA TERJADI PERSELISIHAN DALAM GEREJA
Gereja diibaratkan seperti sebuah bangunan, “bait Allah yang kudus” Dalam Efesus 2: 18-21 Paulus berkata, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan. Rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.” Di ayat ini, gereja diibaratkan sebagai “bangunan” bait Allah yang kudus. Batu yang dipakai untuk membangun bangunan “bait Allah yang kudus” itu bukanlah batu bata yang dicetak dipabrik, yang sanggung memproduksi batu bata yang sejenis, yang sama panjang, sama lebar dan sama tinggi. Tetapi bahan yang dipakai untuk mendirikan bangunan Allah (gereja) itu adalah manusia yang tidak sempurna dan sangat berbeda satu dengan yang lain. Anggota gereja itu bukanlah malaykat-malaykat yang sempurna. Mereka adalah manusia dengan segala kekurangan dan kelebihan. Dalam gereja itu ada pak Teguh, yang sangat teguh pada pendapatnya sendiri. Di sana ada pak Ribut, yang selalu suka bikin ribut dalam rapat. Di situ ada ibu Teliti yang sangat teliti pada titik koma setiap perkataan dan pembukuan. Tetapi di sana juga ada ibu Mawar yang selalu senyum membuat suasana raspat bersahabat. Ada juga pak Rela yang selalu rela menyerahkan apa saja untuk gereja. Dalam gereja itu ada orang Batak yang berpicara spontan, ada orang Jawa yang mutar-mutar dulu baru menyampaikan isi hatinya, ada pula orang Tionghoa yang sangat pintar mencari uang. Pokoknya segala maca tipe manusia ciptaan Tuhan ada dalam Gereja.
          Komposisi murid Yesus juga terdiri dari manusia pisang, yang datang dari berbagai latar belakang. Kendati bahan bangunan itu adalah berbentuk pisang, yang bengkok dan  yang unik, namun Allah tidak menghendaki bangunan itu tidak kacau-balau, tetapi rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota  (Efesus 4:16). Jadi penyebab pertama perselisihan dalam gereja ialah karena manusia yang berkumpul dalam komunitas orang percaya (gereja) itu adalah manusia yang berbeda, yang mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, politik, budaya, adat dan pendidikan yang berbeda.   
           Jadi, bagaimanakah kepelbagaian itu bisa diatasi agar tidak terjadi perselisihan? Kuasa yang dapat mempersatukan manusia-manusia yang berbeda itu hanyalah kuasa Roh Kudus. Setelah Roh Kudus turun atas orang-orang percaya pada Pentakosta buah yang segera nampak adalah kesatuan jemaat. Mereka sehati dan sejiwa, bahkan mereka menganggap milik itu sebagai milik bersama (Kisah Rasul 4:32). Alat perekat yang mampu mempersatukan “batu pisang” bangunan Allah itu bukanlah semen buatan  manusia, tetapi semen buatan Roh Kudus yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Galatia 5:22)
           Penyebab kedua perselisihan dalam gereja ialah ketidakdewasaan anggota. Paulus menyimpulkan bahwa penyebab perselisihan dalam jemaat Korintus adalah karena katidakdewasaan orang-orang Kristen di Korintus. Kepada jemaat Korintus yang telah terkota-kotak atas dasar tokoh-tokoh idola masing-masing, Paulus berkata, “Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia diniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus, dan yang lain berkata: “Aku dari golongan Apolos,” bukankah itu menunjukkan, bahwa kamu manusia diniawi yang bukan rohani?”
           Orang Kristen di Korintus bercekcok dan bertengkar. Mereka semua ingin mempertahankan kelompok kecil beserta pemimpin kesayangan mereka masing-masing. Paulus menegur mereka dengan keras dengan menyebut mereka manusia yang belum dewasa atau manusia duniawi.  Manusia yang belum dewasa (anak-anak) ialah mereka yang selalu ingin dikasihi. Ia selalu ingin diperhatikan dan ingin mendominasi situasi dengan berbagai senjata, seperti menangis, berguling-guling hingga ibunya datang membawa yang diinginkannya. Manusia anak-anak dalam gereja ialah mereka yang mau berselisih dan berseteru hanya karena perkara-perkara kecil yang tidak prinsipil dalam iman Kristen. Manusia anak-anak dalam gereja ialah mereka yang selalu menuntut hak dan mengabaikan tanggung jawab. Anak-anak selalu ingin dilayani, bukan melayani.
          Sebaliknya dewasa berarti bertingkah laku seperti orang dewasa bukan seperti seorang anak. Itu berarti tidak mengundurkan diri dari panitia hanya karena ada seorang mengkritik. Itu berarti tidak akan mengirimkan surat kaleng yang emosional kepada orang yang tidak setuju dengan pendapat kita. Orang dewasa telah berdamai baik dengan Allah, dengan dirinya sendiri maupun dengan sesamanya. Menjadi seorang dewasa juga berarti memiliki hubungan yang dewasa di mana kepribadian saya dihormati oleh orang lain, dan keunikan orang lain saya terima. Orang dewasa sanggup mengkritik secara objektif, dan sanggup juga dikritik tanpa harus bermusuhan atau mendapat goncangan emosional yang tidak perlu. Gereja yang dewasa dan sehat adalah gereja yang anggotanya memperhatikan hal-hal yang dapat diberikan kepada gereja, bukan mencari apa yang dapat ia peroleh dari gerejanya. Yang dewasa mendahulukan tanggung jawab daripada hak. Yang dewasa datang bukan untuk dilayani tetapi melayani.
          Siapakah yang dewasa, dan apakah tugasnya? Kalau terjadi perselisihan antara dua kelompok dalam gereja biasanya masing-masing membenarkan diri dan menyalahkan orang lain. Yang satu mengklaim kelompoknyalah yang dewasa dan kelompok lain belum dewasa. Kelompoknyalah manusia rohani sedang kelompok lain manusia duniawi. Sikap ini tidak Alkitabiah. Di Gereja Roma dan Korintus (Roma 14-15; 1 Korintus 8:1-13; 10:1-33) terdapat masalah tentang kebebasan orang Kristen tentang makanan yang telah dipersembahakan kepada berhala. Persoalannya ialah, apakah orang Kristen boleh memakan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala. Gereja terancam pecah oleh pendapat yang berbeda. Kedua pihak ingin menunjukkan, bahwa merekalah yang benar. Rasul Paulus tidak memihak yang manapun, tetapi demi menyatukan gereja ini dia memberitahu orang yang “bebas” (yang dewasa, yang kuat) menahan kebebasan mereka karena kesatuan telah terganggu oleh kebebasan mereka. Dia menamakan kelompok yang kurang bebas atau yang menentang itu “orang yang lemah” atau “belum dewasa” dan meminta yang kuat itu mengalah demi mereka yang lemah. Ini bukan karena mereka salah, tetapi karena mereka  harus memuliakan Allah. Paulus berkata, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya” (Roma 15:1-2).
          Jadi, penyebab perselisihan dalam gereja adalah ketidakdewasaan anggotanya, dan untuk mengatasinya orang Kristen  (gereja) harus menjadi dewasa, jangan anak-anak terus (Ibrani 5:11-14).
          Gereja bukanlah perusahaan dagang yang menjunjung tinggi efisiensi, namun Gereja juga tidak dapat berjalan dengan baik tanpa organisasi yang rapi. Perselisihan tentang “siapa yang melakukan apa” dapat dengan mudah dihindari dengan pembagian tugas yang jelas. Rapat pengurus yang berdebat mempersoalkan tentang keputusan yang diambil pada rapat terakhir dapat dihindari dengan membuat notulen yang rapi setiap kali rapat atau konferensi. Allah bukanlah Allah yang menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. Karena itu gereja harus selalu meninjau aturannya apakah masih berfungsi untuk mendukung misi gerja atau justru merintanginya.  Alkitab berkata, “Dari padaNyalah seluruh tubuh,--yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota—menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Efesus 4:160).

 

III. KASIH YANG MEMPERSATUKAN

Untuk dapat saling mengenal dan saling menerima kita perlu mengenal berbagai aliran yang terdapat dalam Gereja sepanjang zaman.  Karya Richard J. Foster berjudul Streams of Living Waters: Celebrating the Great Traditions of Christian Faith”, (San Francisco: HarperSanFrancisco, 1998) menguraikan paling sedikit ada enam “Aliran Air Hidup” (Streams Water) artinya “Tradisi Iman Kristen”, bagaimana orang Kristen menghayati imannya sepanjang zaman. Pertama adalah aliran “The Contemplative Tradition.” Aliran ini mengutamakan doa, pertarakan, puasa, askese untuk  mengalami “perjumpaan dengan Allah”. Aliran ini sangat merindukan penghayatan akan kasih, kedamaian, sukacita, pengosongan diri, semangat yang berapi-api, dan hikmat. Tokoh dan gerakan dari aliran kontemplatif ini dalam sejarah gereja adalah Yesus sendiri, yang pernah berpuasa 40 hari, dimuliakn di atas bukit, berdoa di taman Getsemane, selalu menyisihkan waktu pagi-pagi benar ke tempat yang sunyi untuk berdoa; Juga Yohanes (di Patmos), Benetictines (abd ke 6), Gerakan Moravia (abad 16), Pietisme (abd 17) dll. Dalam gereja sekarang aliran ini hidup lewat praktek Tize, Retreat, Gua-gua doa (mountain prayer) dll. 
          Kedua, aliran “Holiness Tradition”, yang mengutamakan kesalehan, hidup suci, disiplin, kemuridan dan pengendalian diri dalam rangka “spritual formation”. Yesus mengatakan “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang disorga adalah sempurna” (Matius 5:48). Yesus adalah juga sumber aliran Air Hidup jenis ini, di mana Dia selalu memelihara hidup kudus. Dalam sejarah Gereja gerakan Anabaptis, Puritan, Holiness Movement, Keswick Movement, adalah jenis-jenis penganut aliran ini.
          Ketiga, adalah The Charismatic Tradition, yang mengutamaan kuasa Doa, Roh Kudus, Mujizat, Bahasa Lidah, Baptisan Roh dll. Yesus adalah pengkhotbah kharismatik juga. Setelah dia menyampaikan khorbah di bukit, “takjublah orang banyak itu mendengar pengajarannya”. Yesus melakukan mujizat-mijizat, dibaptis Roh Kudus dll. Dalam Sejarah Gereja kita mengenal gerakan Montanus (abad 3), Gerakan ordo Fransiscan (abad 13), Gerakan Pentakosta, Gerakan Kharismatik, Modern Liturgical Renewal. Tokoh terkenal sekarang David Yonggi Cho (Yoido Full Gospel) di Korea Selatan, yang punya warga jutaan orang.
           Keempat adalah “The Sosial Justice Tradition”, yang menekankan belaskasihan, keadilan, perdamaian, syalom, etika social dll. Yesus adalah tokoh utamanya yang diurapi untuk menyampaikan khabar baik kepada orang miskin, membebaskan orang tawanan, memberi penglihatan kepada orang buta, membebaskan orang yang tertindas dst. (Lukas 4:18-20). Agaknya ayat ini merupakan ayat mas bagi gereja-gereja di Indonesia (baca: PGI).  Tokoh dalam sejarah gereja ialah: Mother Theresa, Martin Luther King, Desmon Tutu dll.
          Aliran kelima bernama, “The Evangelical Tradition” yang menekankan kebenaran Alkitab sebagai yang tidak bersalah (inerasi of the Bible), Injili, Keselamatan, Mision, back to the Bible dst. Yesus  adalah tokoh utama gereka Injili ini. Dia mengatakan “Siapa yang mengubah satu noktah dari Firmanku akan celaka”. Tokoh dan gerakan aliran ini antara lain: Agustinus, Luther (Sola Scriptura), John R. Mott, Billy Graham dll. 
          Aliran Air Hidup keenam ialah “ The Incarnational Tradition” yang mengutamakan ibadah, liturgy dan sakramen. Bagi mereka hidup adalah ibadah. Segala tempat adalah “Holy Ground” (tanah kudus). Mereka ini banyak menyumbang untuk pelestarian lingkungan dst. Aliran kekristenan jenis ini adalah Gereja Ortodox, Renaissance.
         Semua Aliran air hidup ini bersumber (mengalir) dari satu Air Hidup yang benar, yaitu Yesus Kristus. Semua air itu baik, layak minum, tidak tercemar, plain dan membawa kehidupan yang kekal. Marilah kita tidak saling menonjol-nonjolkan airnya dan mengeruhkan air orang lain. Tetapi baiklah kita saling mengecap berbagai jenis air hidup dalam berbagai alirannya yang enam tadi. Kalau demikian, maka kesatuan gereja,  keesaan tubuh Kristus akan dapat kita nampakkan kepada dunia, dan dunia akan mengakui kita bahwa kita adalah murid-murid Yesus Kristus dan Yesus Kristus adalah Tuhan.
          Tesis ini sudah terbukti dalam gereja mula-mula, ketika orang Kristen mula-mula tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, saling menolong, sehati sepikir, ibadaha bersama dengan gembira dan dengan tulus hati. Akibatnya ialah “Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” (Kisah Rasul 2:47). Di sinilah berlaku ungkapan “Action is louder than talk” Perbuatan lebih nyaring  dari kata-kata.
          Kunci untuk kesatuan gereja yang terdiri dari berbagai macam pribadi, berbagai macam bahasa, budaya, bangsa, denominasi dan adalah prinsip ini: In Essentials Unity; In non-essentials liberty; In all things love and charity. Kasih (love) adalah inti Injil  yang menentukan hidup matinya Gereja.


[1] Materi Pembinaan HKBP New York, tanggal 14 Juli 2011.
[2] Visiting Scholar, Columbia University, New York.

Khotbah Minggu 10 Juli 2011, Pdt. Dr. Richard Daulay = Mengucap Syukur Dalam Segala Hal =

MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL[1]
Mazmur 33: 1-9;
(Bd. Filipi 4: 4-7; Lukas 17: 11-19; Lukas 18: 9-14)
         "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itu yang dikehen­daki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu" (I Tessalonika 5:18).

1.   Pada suatu hari Minggu dalam perjalanan ke Gereja, Matthew Henry, seorang pengkhotbah Inggris terkenal pada abad ke-18, tiba-tiba disergap sekelompok penyamun dalam perjalanannya menuju gereja. Selain dipukul, semua uangnya   diambil termasuk barang-barang berharga lainnya. Walau sudah dirampok habis-habisan, Henry masih meneruskan perjalanannya menuju gereja di mana dia akan berkhotbah. Waktu berkhotbah, dia bersaksi demikian: "Tadi saya dirampok gerombolan penyamun. Tetapi walaupun saya sudah dirampok saya masih bersyukur kepada Tuhan karena empat hal ini. Pertama, saya bersyukur kepada Tuhan karena saya hanya dirampok, tidak sampai dibunuh. Kedua, saya mengucap syukur kepada Tuhan karena baru kali ini saya kena rampok. Ketiga, saya bersukur bahwa uang yang diambil itu adalah sebagian dari apa yang saya miliki, karena di rumah saya masih mempunyai uang. Keempat, saya mengucap syukur karena bukan saya yang merampok dia, tetapi dialah yang merampok saya". Matius Henry, ternyata, mampu mengucap syukur dalam segala hal. Dia masih mampu melihat segi positif dari suatu kejadian negatif. Dia mampu berpikir positif dalam kondisi yang negatif. Dia melihat tangan Tuhan walau banyak tangan setan.
2.   Tentang hal bersyukur dan berterimakasih ini, dalam Alkitab kita melihat ada tiga macam manusia. Pertama, ada orang yang samasekali tidak tahu berterimakasih. Siapakah mereka? Waktu Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta, dan menyuruh mereka memperlihatkan diri kepada imam-imam untuk dinyatakan tahir, berapa orangkah yang kembali untuk mengucapkan syukur? Dari sepuluh orang, hanya satu orang yang tahu bersyukur. Hanya sepu­luh persen. Sembilanpuluh persen tidak tahu mengucap syukur (Lukas 17: 11-19). (Makna ceritra ini adalah ini. Pertama, rasa terimakasih adalah buah dari hasil pendidikan yang tinggi. Anda tidak bisa menemukan begitu saja di antara orang banyak yang tak berpendidi­kan. Kedua, jangan pernah mengharapkan orang lain mengucapkan syukur kepadamu supaya anda tidak kecewa, marah dan merengek-rengek. Sebab jika anda menolong sepuluh orang manusia, paling banyak hanya satu orang yang tahu mengucap syukur. Anda tidak lebih hebat dari Tuhan Yesus. Jadi salah satu kunci hebahagaiaan ialah jangan pernah mengharapkan orang lain mengucapkan syukur dan terimakasih. Tetapi jadilah orang yang selalu mengucapkan syukur dengan cara membantu orang lain. Yesus berkata, adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima).
3.    Jenis orang yang kedua ialah orang yang rajin berterimaka­sih, tetapi hanya sekedar basa-basi. Mazmur ini melarang kitabersorak dan bersykur hanya basa-basi. Tetapi kita diminta bersyukur selaku orang-orang “benar” dan orang-orang “jujur”. Jangan seperti orang Farisi dalam Lukas 18: 9-14. Orang Farisi itu yang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Dia berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.”" Sesungguhnya orang Farisi itu tidak mengucap syukur kepada Tuhan, melainkan dia mengucap syukur kepada dirinya sendiri, karena dia merasa sudah hebat, tanpa cacat. Roh seperti ini sering muncul dalam gereja dan komunitas orang percaya. Orang seperti ini “munafik” (Muka nabi fikiran kotor). Lain di bibir, lain di hati. Hipokrit. Tangan kanan memberi, tangan kiri merampok. Dia membeli tepuk tangan. Orang Farisi sangat dibenci Yesus dan dia kritik habis-habisan dengan kata-kata “Celaka 12” (Matius 23). Mazmur kita ini berkata bahwa kita mengucap syukur dan bermazmur karena dengan sikap yang benar dan jujur. Justru sikap yang ditunjukkan Pemungut Cukai itu yang dipuji Yesus. Kenapa? Karena dia jujur di hadapan Tuhan sebagai orang berdosa, lalu dia minta ampun: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Lukas 18: 13). Yesus berkata bahwa yang pulang ke rumah dengan sukacita dan penuh ucpan syukur adalah pemungut cukai (orang berdosa), tetapi orang Farisi itu tidak, karena dia tidak jujur dan tidak benar. (Sering kita saksiakan, kalau seseorang mendapatkan suatu keberuntungan, naik pangkat, anaknya lulus dari univesitas dan sebagainya, lalu diadakanlah acara "ucapan syukur" dengan mengundang banyak orang datang untuk menyaksikan. Yang diundangpun adalah orang-orang besar dan orang-orang terpandang, yang pada satu saat mereka akan membalasnya. Hati-hati, dalam acara-acara seperti itu seringkali terjadi ucapan syukur sekedar basa-basi. Katanya mau mengucap syukur kepada Tuhan, nyatanya mau menunjukkan kebesaran diri sendiri. Inilah ucapan syukur basa-basi. Mengucap syukur atas kehebatan diri sendiri bukanlah ucapan syukur. Itu hanya formalitas, tanpa makna. Sama dengan orang Inggris mengatakan thank you, yang tidak mengandung apa-apa. Kalau ada orang Kristen yang seperti ini, maka bobot kekriste­nannya adalah nominal. Lalu, harus bagaimana? Yesus berkata: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetang­gamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengun­dang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasn­ya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang catcat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar (Lukas 14:12-14).
4.    Jenis orang yang ketiga ialah orang yang sungguh-sungguh mengucap syukur. Siapakah orang itu? Pertama dia adalah salah satu dari sepuluh orang kusta yang disembuhkan. Melihat bahwa ia telah sembuh, dia kembali kepada Yesus sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepadaNya. Seperti saya katakan tadi, substansi ucapan syukur dan terimakasih ialah pengorbanan dan pemberian.  Ucapan syukur bukanlah lip service dan sejuta kata. Ucapan syukur adalah sebuah aksi dan perbuatan nyata. Itulah yang dilakukan orang kusta yang disembuhkan tadi. Kedua, Maria ibu Yesus, mengucap syukur dan memuliakan Tuhan, karena ia menyadari siapa dia dan siapa Tuhan. Dia adalah perempuan miskin dari golongan masyarakat rendah, tetapi dipilih dan dipakai Tuhan untuk menjadi alatNya untuk menyelamatkan dunia. Dia mengandung dan melahirkan sang Jururselamat. Maka Maria bernyanyi dan bersyukur: Jiwaku memuliakan Tuhan (Magnificat). Ketiga, Paulus adalah orang yang dapat bersyukur dalam segala hal. Paulus mengalami berbagai kekejian, kekejaman, keti­dakadilan, penganiayaan, kepahitan, penjara dan kelaparan. Tetapi dalam segala keadaan dia masih mampu mengucap syukur. Dalam Filipi 4:4-6, Paulus berkata: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukata­kan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sehatera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.
5.   Memang sulit membayangkan bahwa seorang yang sedang dipenjarakan dapat mengajak orang lain untuk bersukacita. Paulus mampu bersyu­kur dan bersukacita senantiasa karena dia percaya bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkannya dalam kondisi apa sajapun.  Ada dua jalan agar kita bisa mengucap syukur dalam segala hal. Pertama, ingat dan renungkan siapa anda. Harus diingat bahwa kita adalah ciptaan, bukan pen­cipta. Ingatlah bahwa hidup kita ini, tubuh kita, roh kita, dan segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian yang dipertang­gungjawabkan Tuhan kepada kita. Kita bukanlah pemilik, tetapi hanya penatalayan. Suatu saat Tuhan, sang pemilik, akan datang untuk meminta pertanggungjawaban dari  kita. Bagaimana kita menggunakan tubuh kita, tangan kita, kaki kita, lidah kita, kuping kita, suara kita dan sebagainya. Bagaimana kita mengguna­kan roh kita, pengetahuan kita, ilmu kita, keterampilan kita dan sebagainya. Akan diminta pertanggungjawaban bagaimana kita meng­gunakan uang kita, harta kita, milik kita dan sebagainya. Ingat, bahwa kita datang ke dunia ini dengan telanjang, dan kita akan meninggalkan dunia ini dengan telanjang pula (Ayub 1:21). Dengan demikian, maka apa yang ada pada kita sebagai talenta harus kita bawa kepada Tuhan dan dipakai untuk Tuhan sebagai pernyataan ucapan syukur kita. Ada sebuah cerita tentang seorang imigrant yang memiliki sebuah toko kelontong. Satu hari anaknya datang dan berkomentar: "Pak, saya tidak ngerti bagaimana bapak mengusahakan toko ini. Daftar tagihan bapak asal letak begitu saja di kotak-kotak rokok. Kwitansi-kwitansi pembayaran berserakan. Bagaimana bapak bisa tahu berpa keuntungan bapak?” Bapaknya menjawab, "Nak, waktu saya tiba di tempat ini milik saya satu-satunya ialah sepotong celana yang saya pakai. Sekarang, saudara perempuanmu sudah jadi dosen, abangmu seorang dokter, kau seorang direktur. Saya dan ibumu punya satu rumah dan satu mobil selain toko kita ini. Untung saya ialah jumlah semuanya itu dikurangi sepotong celana panjang."  Kedua, ingat dan renungkan siapa Tuhan. Dalam Mazmur 33 kita ini dikatakan bahwa Tuhan adalah pencipta, pemelihara dan penyelamat kita. Dialah yang menyembuhkan kita dari segala penyakit kita. Dialah yang mengam­puni kita dari segala dosa-dosa kita. Dialah yang menghibur kita dalam segala kesusahan kita. Alkitab berkata: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16). Allah menyerahkan dirinya sebagai korban penghapusan dosa di kayu salib, supaya manusia diperdamaikan dengan Allah dan manusia boleh berdamai dengan sesamanya. Karena itu "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekali­pun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba" (Yesaya 1:18). Allah tidak langsung mengutuk dan membinasakan umatNya. Ia menawarkan pengampunan bagi mereka yang mau bertobat. Pengampunan Allah kini tersedia bagi semua orang, yang sekalipun telah berbuat dosa, asal mau mengakui dosa-dosanya, bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, maka dia akan diampuni. Karena kasih Allah yang begitu besar inilah kita seharusnya mampu mengucap syukur dalam segala hal. Dengan menyadari siapa kita dan siapa Aallah bagi kita, maka sama seperti Paulus, kita akan mampu berkata-kata: "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" (Filipi 1:21).
6.   Marilah kita nyatakan rasa syukur kita dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan. Kendati du  nia dilanda resesi dan nilai nilai dollar kita merosot, namun kita bersyukur karena uang kita masih cukup untuk kebutuhan kita sehari-hari. Kendati kita pernah sakit, mungkin parah, kita bersukur kartena kita masih hidup dan sehat sampai sekarang. Kendati banyak ancaman kita hadapi, namun  kita bersyukur karena kita memiliki Yesus yang menjadi Juruselamat kita dari segala kesulitan. Kendati kita adalah kelompok minoritas, namun kita mengucap syukur karena negara kita adalah negara Pancasila, yang memberi kebebasan beragama.  Marilah kita bersykur dan bernyanyi seperti Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku (Lukas 1:46). Dan ingatlah bahwa ucapan syukur adalah obat mujarab (Thanksgiving has a great curative power.) AMEN.

(Pdt. Dr. Richard Daulay/Columbia University)


[1] Kotbah Minggu 10 Juli 2011, di HKBP New York.