I. GEREJA YANG KUDUS DAN AM
Setiap kebaktian Minggu kita mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli tentang: “satu gereja yang kudus dan am, persekutuan orang-orang kudus” (“jala adong sada huria, huria hatopan ni halak Kristen angka nabadia”). Itu berarti hakekat gereja adalah satu. Jadi memecah gereja (kecuali gereja yang sudah sesat) adalah dosa. Membiarkan gereja terpecah adalah dosa. Menolak damai dan kesatuan dalam gereja adalah dosa.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa gereja harus bersatu seraya menghindarkan perpecahan dan harus mengupayakan perdamaian jika ada perselisihan. Pertama, karena Tuhan menghendaki gerejaNya bersatu padu dan saling melengkapi. Paulus melukiskan kerjasama orang-orang Kristen itu seperti kesatuan dan kersasama seluruh anggota tubuh manusia (Roma 12: 4-8; 1 Korintus 12: 12-31). Berkat adanya kerjasama yang baik dalam gereja sebagai tubuh Kristus, maka gereja mampu melaksanakan tugas panggilannya untuk menjadikan semua bangsa menjadi murid Yesus. Sebaliknya, jika gereja tidak bersatu karena terjadi perpecahan, maka potensi gereja akan terbuang begitu saja. Yesus berkata, "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atu rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan" (Matius 12:25).
Kedua, gereja harus bersatu karena gereja adalah "prototipe sorga". Dalam gereja aroma dan nikmat sorga mestinya sudah boleh dirasakan. Tetapi kalau gereja terpecah-pecah, yang boleh dirasakan adalah aroma neraka. Perpecahan, perpisahan bagaimanpun adalah dosa dan perpisahan adalah akibat dosa. Mazmur 133 berkata: “Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun. Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunugn-gunung Sion. Sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.” Hanya gereja yang bersatu yang menjadi alamat berkat Tuhan, sedangkan gereja yang terpecah-pecah menjadi tempat “roh pemecah-belah” yaitu iblis.
Ketiga, dan yang paling utama, gereja harus bersatu karena itu adalah syarat mutlak bagi berhasilnya misi dan pekabaran Injil. Untuk mengertinya kita harus meninjau Yohannes 17:21, ayat dari apa yang disebut doa Kristus sebagai Imam Besar. Tuhan Yesus berdoa, "Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku." Dalam doaNya yang dinaikkan sebagai doa Imam Besar ini Tuhan Yesus mendoakan kesatuan gereja, kesatuan yang mutlak dan secara khusus harus terdapat di antara orang Kristen. Tuhan Yesus tidak berdoa untuk kesatuan yang bersifat humanistis di antara manusia pada umumnya. Hal ini dijelaskan dalam ayat 9, "Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milikMu." Dalam ayat 21 ini Yesus mendoakan tentang sesuatu yang senantiasa harus membuat kita "ngeri". Seandainya kita sebagai Kristen tidak menjadi ngeri, agaknya kita kurang peka dan kurang jujur, karena di sini Tuhan Yesus menjelaskan alasan mengapa gereja harus bersatu, yaitu supaya dunia percaya bahwa Yesus adalah utusan Allah. Dalam bagian lain Injil Yohanes Yesus menyatakan sesuatu yang lebih tegas dan menusuk lagi, bahwa apabila orang Kristen tidak saling mengasihi, dunia berhak menjatuhkan putusan bahwa mereka bukan Kristen. Maksud Yesus ialah kita tidak dapat mengharapkan bahwa dunia akan percaya, bahwa Bapa mengutus Anak, bahwa tuntutan Kristus adalah benar, dan bahwa gama Kristen adalah benar, kecuali dunia melihat kesatuan yang sungguh di antara sesama orang Kristen.
Sejarah Gereja telah mengajarkan kepada kita kebenaran dari tesis ini, bahwa di mana gereja bersatu, di situ misi maju. Sebaliknya di mana gereja berseteru, di situ misi lesu. Gereja Perjanjian Baru memperlihatkan, bahwa sebagai dampak dari curahan Roh Kudus, semua orang Kristen bersatu, saling mengasihi dan saling memberi, "Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan" (Kisah Rasull 2: 47). Sebaliknya, ketika gereja mula-mula terlibat dalam suatu pertentangan hebat pada abad ke-4 hingga abad ke-8 gereja mengalami kemunduran luar biasa di Asia.
Selanjutnya ketika gerakan Pietisme dan revivalisme (kebangunan rohani) pada abad ke-17-18 menyadarkan gereja akan tugas panggilan (Amanat Agung) yang lama terabaikan, gereja dari berbagai latar belakang denominasi di Eropa bersatu membentuk badan-badan pekabaran Injil, yang tumbuh seperti jamur di musim hujan. Sejak itu terjadilah gerekan pekabaran Injil sedunia, yang memungkinkan Injil disiarkan ke seluruh dunia, termaksuk ke tanah Batak.
II. MENGAPA TERJADI PERSELISIHAN DALAM GEREJA
Gereja diibaratkan seperti sebuah bangunan, “bait Allah yang kudus” Dalam Efesus 2: 18-21 Paulus berkata, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan. Rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.” Di ayat ini, gereja diibaratkan sebagai “bangunan” bait Allah yang kudus. Batu yang dipakai untuk membangun bangunan “bait Allah yang kudus” itu bukanlah batu bata yang dicetak dipabrik, yang sanggung memproduksi batu bata yang sejenis, yang sama panjang, sama lebar dan sama tinggi. Tetapi bahan yang dipakai untuk mendirikan bangunan Allah (gereja) itu adalah manusia yang tidak sempurna dan sangat berbeda satu dengan yang lain. Anggota gereja itu bukanlah malaykat-malaykat yang sempurna. Mereka adalah manusia dengan segala kekurangan dan kelebihan. Dalam gereja itu ada pak Teguh, yang sangat teguh pada pendapatnya sendiri. Di sana ada pak Ribut, yang selalu suka bikin ribut dalam rapat. Di situ ada ibu Teliti yang sangat teliti pada titik koma setiap perkataan dan pembukuan. Tetapi di sana juga ada ibu Mawar yang selalu senyum membuat suasana raspat bersahabat. Ada juga pak Rela yang selalu rela menyerahkan apa saja untuk gereja. Dalam gereja itu ada orang Batak yang berpicara spontan, ada orang Jawa yang mutar-mutar dulu baru menyampaikan isi hatinya, ada pula orang Tionghoa yang sangat pintar mencari uang. Pokoknya segala maca tipe manusia ciptaan Tuhan ada dalam Gereja.
Komposisi murid Yesus juga terdiri dari manusia pisang, yang datang dari berbagai latar belakang. Kendati bahan bangunan itu adalah berbentuk pisang, yang bengkok dan yang unik, namun Allah tidak menghendaki bangunan itu tidak kacau-balau, tetapi rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota (Efesus 4:16). Jadi penyebab pertama perselisihan dalam gereja ialah karena manusia yang berkumpul dalam komunitas orang percaya (gereja) itu adalah manusia yang berbeda, yang mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, politik, budaya, adat dan pendidikan yang berbeda.
Jadi, bagaimanakah kepelbagaian itu bisa diatasi agar tidak terjadi perselisihan? Kuasa yang dapat mempersatukan manusia-manusia yang berbeda itu hanyalah kuasa Roh Kudus. Setelah Roh Kudus turun atas orang-orang percaya pada Pentakosta buah yang segera nampak adalah kesatuan jemaat. Mereka sehati dan sejiwa, bahkan mereka menganggap milik itu sebagai milik bersama (Kisah Rasul 4:32). Alat perekat yang mampu mempersatukan “batu pisang” bangunan Allah itu bukanlah semen buatan manusia, tetapi semen buatan Roh Kudus yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Galatia 5:22)
Penyebab kedua perselisihan dalam gereja ialah ketidakdewasaan anggota. Paulus menyimpulkan bahwa penyebab perselisihan dalam jemaat Korintus adalah karena katidakdewasaan orang-orang Kristen di Korintus. Kepada jemaat Korintus yang telah terkota-kotak atas dasar tokoh-tokoh idola masing-masing, Paulus berkata, “Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia diniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus, dan yang lain berkata: “Aku dari golongan Apolos,” bukankah itu menunjukkan, bahwa kamu manusia diniawi yang bukan rohani?”
Orang Kristen di Korintus bercekcok dan bertengkar. Mereka semua ingin mempertahankan kelompok kecil beserta pemimpin kesayangan mereka masing-masing. Paulus menegur mereka dengan keras dengan menyebut mereka manusia yang belum dewasa atau manusia duniawi. Manusia yang belum dewasa (anak-anak) ialah mereka yang selalu ingin dikasihi. Ia selalu ingin diperhatikan dan ingin mendominasi situasi dengan berbagai senjata, seperti menangis, berguling-guling hingga ibunya datang membawa yang diinginkannya. Manusia anak-anak dalam gereja ialah mereka yang mau berselisih dan berseteru hanya karena perkara-perkara kecil yang tidak prinsipil dalam iman Kristen. Manusia anak-anak dalam gereja ialah mereka yang selalu menuntut hak dan mengabaikan tanggung jawab. Anak-anak selalu ingin dilayani, bukan melayani.
Sebaliknya dewasa berarti bertingkah laku seperti orang dewasa bukan seperti seorang anak. Itu berarti tidak mengundurkan diri dari panitia hanya karena ada seorang mengkritik. Itu berarti tidak akan mengirimkan surat kaleng yang emosional kepada orang yang tidak setuju dengan pendapat kita. Orang dewasa telah berdamai baik dengan Allah, dengan dirinya sendiri maupun dengan sesamanya. Menjadi seorang dewasa juga berarti memiliki hubungan yang dewasa di mana kepribadian saya dihormati oleh orang lain, dan keunikan orang lain saya terima. Orang dewasa sanggup mengkritik secara objektif, dan sanggup juga dikritik tanpa harus bermusuhan atau mendapat goncangan emosional yang tidak perlu. Gereja yang dewasa dan sehat adalah gereja yang anggotanya memperhatikan hal-hal yang dapat diberikan kepada gereja, bukan mencari apa yang dapat ia peroleh dari gerejanya. Yang dewasa mendahulukan tanggung jawab daripada hak. Yang dewasa datang bukan untuk dilayani tetapi melayani.
Siapakah yang dewasa, dan apakah tugasnya? Kalau terjadi perselisihan antara dua kelompok dalam gereja biasanya masing-masing membenarkan diri dan menyalahkan orang lain. Yang satu mengklaim kelompoknyalah yang dewasa dan kelompok lain belum dewasa. Kelompoknyalah manusia rohani sedang kelompok lain manusia duniawi. Sikap ini tidak Alkitabiah. Di Gereja Roma dan Korintus (Roma 14-15; 1 Korintus 8:1-13; 10:1-33) terdapat masalah tentang kebebasan orang Kristen tentang makanan yang telah dipersembahakan kepada berhala. Persoalannya ialah, apakah orang Kristen boleh memakan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala. Gereja terancam pecah oleh pendapat yang berbeda. Kedua pihak ingin menunjukkan, bahwa merekalah yang benar. Rasul Paulus tidak memihak yang manapun, tetapi demi menyatukan gereja ini dia memberitahu orang yang “bebas” (yang dewasa, yang kuat) menahan kebebasan mereka karena kesatuan telah terganggu oleh kebebasan mereka. Dia menamakan kelompok yang kurang bebas atau yang menentang itu “orang yang lemah” atau “belum dewasa” dan meminta yang kuat itu mengalah demi mereka yang lemah. Ini bukan karena mereka salah, tetapi karena mereka harus memuliakan Allah. Paulus berkata, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya” (Roma 15:1-2).
Jadi, penyebab perselisihan dalam gereja adalah ketidakdewasaan anggotanya, dan untuk mengatasinya orang Kristen (gereja) harus menjadi dewasa, jangan anak-anak terus (Ibrani 5:11-14).
Gereja bukanlah perusahaan dagang yang menjunjung tinggi efisiensi, namun Gereja juga tidak dapat berjalan dengan baik tanpa organisasi yang rapi. Perselisihan tentang “siapa yang melakukan apa” dapat dengan mudah dihindari dengan pembagian tugas yang jelas. Rapat pengurus yang berdebat mempersoalkan tentang keputusan yang diambil pada rapat terakhir dapat dihindari dengan membuat notulen yang rapi setiap kali rapat atau konferensi. Allah bukanlah Allah yang menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. Karena itu gereja harus selalu meninjau aturannya apakah masih berfungsi untuk mendukung misi gerja atau justru merintanginya. Alkitab berkata, “Dari padaNyalah seluruh tubuh,--yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota—menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Efesus 4:160).
III. KASIH YANG MEMPERSATUKAN
Untuk dapat saling mengenal dan saling menerima kita perlu mengenal berbagai aliran yang terdapat dalam Gereja sepanjang zaman. Karya Richard J. Foster berjudul Streams of Living Waters: Celebrating the Great Traditions of Christian Faith”, (San Francisco: HarperSanFrancisco, 1998) menguraikan paling sedikit ada enam “Aliran Air Hidup” (Streams Water) artinya “Tradisi Iman Kristen”, bagaimana orang Kristen menghayati imannya sepanjang zaman. Pertama adalah aliran “The Contemplative Tradition.” Aliran ini mengutamakan doa, pertarakan, puasa, askese untuk mengalami “perjumpaan dengan Allah”. Aliran ini sangat merindukan penghayatan akan kasih, kedamaian, sukacita, pengosongan diri, semangat yang berapi-api, dan hikmat. Tokoh dan gerakan dari aliran kontemplatif ini dalam sejarah gereja adalah Yesus sendiri, yang pernah berpuasa 40 hari, dimuliakn di atas bukit, berdoa di taman Getsemane, selalu menyisihkan waktu pagi-pagi benar ke tempat yang sunyi untuk berdoa; Juga Yohanes (di Patmos), Benetictines (abd ke 6), Gerakan Moravia (abad 16), Pietisme (abd 17) dll. Dalam gereja sekarang aliran ini hidup lewat praktek Tize, Retreat, Gua-gua doa (mountain prayer) dll.
Kedua, aliran “Holiness Tradition”, yang mengutamakan kesalehan, hidup suci, disiplin, kemuridan dan pengendalian diri dalam rangka “spritual formation”. Yesus mengatakan “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang disorga adalah sempurna” (Matius 5:48). Yesus adalah juga sumber aliran Air Hidup jenis ini, di mana Dia selalu memelihara hidup kudus. Dalam sejarah Gereja gerakan Anabaptis, Puritan, Holiness Movement, Keswick Movement, adalah jenis-jenis penganut aliran ini.
Ketiga, adalah The Charismatic Tradition, yang mengutamaan kuasa Doa, Roh Kudus, Mujizat, Bahasa Lidah, Baptisan Roh dll. Yesus adalah pengkhotbah kharismatik juga. Setelah dia menyampaikan khorbah di bukit, “takjublah orang banyak itu mendengar pengajarannya”. Yesus melakukan mujizat-mijizat, dibaptis Roh Kudus dll. Dalam Sejarah Gereja kita mengenal gerakan Montanus (abad 3), Gerakan ordo Fransiscan (abad 13), Gerakan Pentakosta, Gerakan Kharismatik, Modern Liturgical Renewal. Tokoh terkenal sekarang David Yonggi Cho (Yoido Full Gospel) di Korea Selatan, yang punya warga jutaan orang.
Keempat adalah “The Sosial Justice Tradition”, yang menekankan belaskasihan, keadilan, perdamaian, syalom, etika social dll. Yesus adalah tokoh utamanya yang diurapi untuk menyampaikan khabar baik kepada orang miskin, membebaskan orang tawanan, memberi penglihatan kepada orang buta, membebaskan orang yang tertindas dst. (Lukas 4:18-20). Agaknya ayat ini merupakan ayat mas bagi gereja-gereja di Indonesia (baca: PGI). Tokoh dalam sejarah gereja ialah: Mother Theresa, Martin Luther King, Desmon Tutu dll.
Aliran kelima bernama, “The Evangelical Tradition” yang menekankan kebenaran Alkitab sebagai yang tidak bersalah (inerasi of the Bible), Injili, Keselamatan, Mision, back to the Bible dst. Yesus adalah tokoh utama gereka Injili ini. Dia mengatakan “Siapa yang mengubah satu noktah dari Firmanku akan celaka”. Tokoh dan gerakan aliran ini antara lain: Agustinus, Luther (Sola Scriptura), John R. Mott, Billy Graham dll.
Aliran Air Hidup keenam ialah “ The Incarnational Tradition” yang mengutamakan ibadah, liturgy dan sakramen. Bagi mereka hidup adalah ibadah. Segala tempat adalah “Holy Ground” (tanah kudus). Mereka ini banyak menyumbang untuk pelestarian lingkungan dst. Aliran kekristenan jenis ini adalah Gereja Ortodox, Renaissance.
Semua Aliran air hidup ini bersumber (mengalir) dari satu Air Hidup yang benar, yaitu Yesus Kristus. Semua air itu baik, layak minum, tidak tercemar, plain dan membawa kehidupan yang kekal. Marilah kita tidak saling menonjol-nonjolkan airnya dan mengeruhkan air orang lain. Tetapi baiklah kita saling mengecap berbagai jenis air hidup dalam berbagai alirannya yang enam tadi. Kalau demikian, maka kesatuan gereja, keesaan tubuh Kristus akan dapat kita nampakkan kepada dunia, dan dunia akan mengakui kita bahwa kita adalah murid-murid Yesus Kristus dan Yesus Kristus adalah Tuhan.
Tesis ini sudah terbukti dalam gereja mula-mula, ketika orang Kristen mula-mula tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, saling menolong, sehati sepikir, ibadaha bersama dengan gembira dan dengan tulus hati. Akibatnya ialah “Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” (Kisah Rasul 2:47). Di sinilah berlaku ungkapan “Action is louder than talk” Perbuatan lebih nyaring dari kata-kata.
Kunci untuk kesatuan gereja yang terdiri dari berbagai macam pribadi, berbagai macam bahasa, budaya, bangsa, denominasi dan adalah prinsip ini: In Essentials Unity; In non-essentials liberty; In all things love and charity. Kasih (love) adalah inti Injil yang menentukan hidup matinya Gereja.